Rabu, 18 Juni 2014

GULAI



Di halte yang tidak jauh dari kampus. Yang biasa disebut halte Trans Pakuan. Sudah hampir dua puluh menit, aku melirik jam tangan. Entah sudah beberapa kali wajah-wajah penanti di halte ini berubah. Bus trans pakuan jurusan Bubulak belum juga datang menjemput kami. Macet, itu yang dikatakan petugas. Mungkin iya, mungkin tidak. Yang jelas sore ini aku harus segera tiba di rumah. Aku harus menyiapkan makanan untuk suamiku.
Hari ini ia puasa sunah.
Aku mengambil handphone dari dalam tas, membuka menu kontak.  Terseret mataku kepada nomor suamiku, ya akan aku kirim pesan singkat padanya.
Kira-kira sampe rumah jam berapa, mas? Klik. Send.
Tidak perlu lama menunggu untuk mendapatkan jawaban darinya.
Jam limaan Insya Allah. Sayang, mas kangen!
Aku juga kangen! Klik. Send.
Jam digital di ponselku menunjukan angka 14.45. Masih ada waktu banyak. Lega.
Beberapa menit kemudian bus yang kutunggu datang juga. Aku dan penanti bus lainnya segera berhambur ke dalam bus. Nyaris langsung penuh. Sekitar tujuh menit menunggu, bus mulai memutar rodanya. Alhamdulillah berangkat.
Tepat pukul empat sore aku tiba di rumah. Kubuka kulkas yang berdiri tegak di dapur. Masak apa ya? Pikirku. Tidak banyak yang ada di dalamnya. Hanya ada bebrapa ikat kangkung dan bayam, buah pepaya, telur, tahu, serta roti. Kepalaku memutar, mencari ide menu masakan sore ini. Hingga satu nama yang berhasil kutemukan. Gulai. Ada banyak telur, suamiku memang penggemar berat telur ayam. Biasanya di dadar dengan dicampur sedikit sayuran. Namun kali ini aku akan mencoba merebus telurnya dan membuat bumbu gulai. Semoga saja ia suka.

Gulai Telur

Santan kemasan praktis sudah kubuka
Bumbu lengkap namun tanpa kapulaga
Harum hingga menguasai dapur dan seisinya
Telur bulat kugenangi dengannya

Panas, kubiarkan lebih hangat
Tuk basahi bibir sedikit melekat
Cap cap cap lebih pekat
Ah, rasanya sudah pas merekat

Kebul, asapnya menari di udara
Semerbaknya makin kuat saja
Warnanya sungguh menambah selera
Yes, waktunya untuk matikan kompornya!

Aku berjalan menuju ruang tengah, tempat kami saling bercengkrama melepas lelah bertukar cerita. Tempat kami membelah tawa, saat menyaksikan tayangan komedi setiap jam delapan malam di salah satu stasiun TV swasta. Aku membawa secangkir teh di tangan kanan. Asap mengepul ke udara, tanda airnya benar-benar mendidih.
“Sudah mandi mas?” Tanyaku pura-pura.
Tentu aku sudah paham bahwa lelaki berjanggut seksi ini belum mandi, buktinya masih menempel sisa-sia keringat di dahinya.
“Belumlah, baru aja datang,” Jawabnya santai.
Kubiarkan ia membersihkan tubuhnya. Semoga kelelahan luruh bersama air yang akan membersihkannya. Lumayan, masih ada beberapa menit lagi untuk menunggu berbuka puasa. Sambil menunggu suamiku mandi, aku beranjak kembali. Menyiapkan bukaan untuknya. Makanan yang sudah aku persiapkan satu jam yang lalu. Ya, gulai telur. Namun biasanya ia tidak langsung makan, hanya teh hangat yang wajib masuk ke dalam perutnya yang kosong seharian.
“Waah, sayang masak apa?”
“Nih,” aku menyodorkan sepiring gulai telur padanya.
“Apa ini?” Tanyanya.
“Gulai, tapi sedikit aneh” Jawabku.
Jedug...
Aku saja masih belum paham wujud gulai yang sebenarnya. Yang jelas bumbu kuning disantan dengan sedikit rempah-rempah itulah gulai. Namun tetap saja, suamiku selalu memberi nilai A plus pada semua masakanku.




This entry was posted in

0 komentar:

Posting Komentar